Nama :
Chandra
Kelas :
3ea25
NPM :
11211609
IMBALAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN
PENGARUHNYA TERHADAP
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
LATAR BELAKANG
Setiap organisasi baik itu swasta
maupun pemerintah akan berupaya dan
berorientasi pada tujuan jangka panjang
yaitu
berkembangnya organisasi yang diindikasikan
dengan meningkatnya pendapatan, sejalan
pula dengan meningkatnya kesejahteraan para
pegawainya. Namun dalam prakteknya untuk
mencapai tujuan tersebut organisasi sering
menghadapi kendala, yang salah satu
faktornya adalah ketidakpuasan kerja dari
para
pegawainya. Sebagai akibatnya dapat
berpengaruh kepada kinerja pegawai maupun
kinerja organisasi secara keseluruhan.
Indikator kepuasan atau ketidakpuasan
kerja pegawai dapat diperlihatkan oleh
beberapa aspek diantaranya :
a. Jumlah kehadiran pegawai atau jumlah
kemangkiran.
b. Perasaan senang atau tidak senang dalam
melaksanakan pekerjaan.
c. Perasaan adil atau tidak adil dalam
menerima imbalan.
d. Suka atau tidak suka dengan jabatan yang
dipegangnya.
e. Sikap menolak pekerjaan atau menerima
dengan penuh tanggung jawab.
f. Tingkat motivasi para pegawai yang
tercermin dalam perilaku pekerjaan.
g. Reaksi positif atau negatif terhadap
kebijakan organisasi.
h. Unjuk rasa atau perilaku destruktif
lainnya.
Berkenaan dengan masalah kepuasan
kerja pegawai tersebut, sebenarnya banyak
faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan
pegawai dalam pekerjaannya diantaranya
adalah sistem imbalan yang dianggap tidak adil
menurut persepsi pegawai. Karena setiap
pegawai akan selalu membandingkan antara
rasio hasil dengan input dirinya terhadap rasio
hasil dengan input orang lain. Perlakuan yang
tidak sama baik dalam reward maupun
punishment merupakan sumber kepuasan atau ketidakpuasan pegawai.
Di samping sistem imbalan, faktor lain
yang berpengaruh terhadap ketidakpuasan
kerja adalah sistem karir yang tidak jelas
juga
merupakan sumber ketidakpuasan pekerjaan.
Tidak adanya penghargaan atas pengalaman
dan keahlian serta promosi yang tidak
dirancang dengan benar dapat menimbulkan sikap
apatis dalam bekerja serta tidak memberikan
harapan yang lebih baik di masa depan.
Ketidakpuasan kerja dapat pula ditimbulkan
oleh isi dari pekerjaan itu sediri, misalnya seseorang yang tidak
menyukai berhadapan dengan orang banyak justru diberikan
jabatan pada public relation, orang yang
tidak
suka dengan pekerjaan yang berhubungan
dengan angka ditempatkan pada bagian anggaran
atau perencanaan dan keuangan, tentu
saja hal itu dapat menyebabkan ketidakpuasan
kerja.
Faktor pengaruh lain yang perlu
dipertimbangkan adalah konteks pekerjaan atau
lingkungan pekerjaan seperti, gaya
kepemimpinan penyelia, hubungan dengan rekan kerja,
dan lain-lain.
Meskipun banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja pegawai dalam
suatu organisasi tetapi mengingat
keterbatasan penulis untuk mengupas seluruh faktor
penyebabnya maka setelah dilakukan studi
awal (penjajagan) kepada obyek penelitian
yaitu Balai Besar Industri Hasil Pertanian
(BBIHP), penulis akan membatasi kepada dua
variabel bebas yaitu sistem imbalan dan gaya
kepemimpinan saja.
Penelitian yang dilakukan akan diarahkan pada
pengumpulan dan analisis data
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dan
korelasi pada persepsi pegawai mengenai:
1. Imbalan yang diterima pegawai BBIHP
terhadap kepuasan kerjanya.
2. Gaya kepemimpinan atasan terhadap
kepuasan kerja para pegawainya.
3. Sistem imbalan dan gaya kepemimpinan
secara bersama-sama terhadap kepuasan
kerja pegawai BBIHP.
Untuk lebih mengefektifkan proses
pengumpulan data dan pengolahannya perlu
diidentifikasi aspek-aspek yang akan diteliti
dan menjadi ruang lingkup penelitian, yaitu :
1. Kondisi psikologis yang menyangkut tingkat
kepuasan umum para pegawai dalam
melaksanakan pekerjaan atau menerima
tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh
karena itu dalam penelitian perlu melihat
aspek-aspek yang menjadi indikator
kepuasan seperti : kesukaan dalam
melaksanakan pekerjaan, kehadiran di tempat
kerja, motivasi kerja, tanggung jawab,
reaksi atas kebijakan, potensi destruktif,
dan lain-lain.
2. Persepsi pegawai terhadap sistem imbalan
yang diberlakukan meliputi: gaji pokok,
tunjangan, insentif, uang lembur, hadiah,
cuti, serta penghargaan yang diterima3.
Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan dengan mengacu kepada tiga
jenis gaya kepemimpinan yaitu : autokratik,
partisipatif, dan bebas-kendali.
Aspek-aspek tersebut akan digali dari
para responden yaitu pegawai BBIHP melalui
instrumen penelitian kuesioner yang didesain
untuk kepentingan penelitian, tujuan yang
telah
ditetapkan serta menelaah catatan-catatan dan
laporan-laporan yang relevan untuk melengkapi
data dan analisisnya.
B.LANDASAN TEORI
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah suasana psikologis
tentang perasaan menyenangkan atau
tidak menyenangkan terhadap pekerjaan
mereka (Davis, Keith, 1985). Sementara itu
Porter dan Lawler dalam Bavendam, J. (2000)
menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan
bangunan unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau
ketidakpuasan dengan pekerjaannya.
Vroom sebagaimana dikutip oleh Ahmad, M.A.
Roshidi (1999) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai satu acuan dari
orientasi yang efektif seseorang pegawai terhadap
peranan mereka pada jabatan yang dipegangnya
saat ini. Sikap yang positif terhadap pekerjaan secara konsepsi dapat
dinyatakan sebagai kepuasan kerja dan sikap negatif
terhadap pekerjaan sama dengan ketidakpuasan.
Definisi ini telah mendapat dukungan
dari Smith dan Kendall (1963) yang
menjelaskan bahwa kepuasan kerja sebagai perasaan
seseorang pegawai mengenai pekerjaannya.
Secara sederhana, job satisfaction dapat
diartikan sebagai apa yang membuat orangorang
menginginkan dan menyenangi pekerjaan. Apa yang membuat mereka bahagia dalam
pekerjaannya atau keluar dari pekerjaanya.
Menurut Robin dalam Siahaan, E. E.
Edison (2002) menyebutkan sumber kepuasan
kerja terdiri atas pekerjaan yang menantang,
imbalan yang sesuai, kondisi/ lingkungan
kerja
yang mendukung, dan rekan kerja yang
mendukung. Indra, Hary (…) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja pegawai
secara signifikan adalah : faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan, dengan
kondisi kerja, dengan teman sekerja,
denganpengawasan, dengan promosi jabatan dan
dengan gaji. Dari keenam faktor tersebut yang
paling dominan adalah faktor yang
berhubungan dengan kondisi kerja, yaitu
dengan korelasi 0,6997 atau sebesar 69,97%.
Smith, Kendal dan Hulin dalam
Bavendam, J. (2000) mengungkapkan bahwa
kepuasan kerja bersifat multidimensi dimana
seseorang merasa lebih atau kurang puas
dengan pekerjaannya, supervisornya,
tempat
kerjanya dan sebagainya. Porter dan Lawler
seperti juga dikutip oleh Bavendam, J. (2000)
telah membuat diagram kepuasan kerja yang
menggambarkan kepuasan kerja sebagai
respon emosional orang-orang atas kondisi
pekerjaannya.
Kepuasan kerja bersifat multidimensional maka
kepuasan kerja dapat
mewakili sikap secara menyeluruh (kepuasan
umum) maupun mengacu pada bagian
pekerjaan seseorang. Artinya jika secara
umum mencerminkan kepuasannya sangat
tinggi tetapi dapat saja seseorang akan
merasa tidak puas dengan salah satu atau
beberapa aspek saja misalnya jadwal liburan
(Davis, Keith. 1985).
Konsekuensi dari kepuasan kerja dapat
berupa meningkat atau menurunnya prestasi
kerja pegawai, pergantian pegawai (turnover),
kemangkiran, atau pencurian (Davis, Keith,
1985).
Sistem Imbalan (Reward System)
Imbalan merupakan pemberian kepada
pegawai atau sesuatu yang diterima pegawai
sebagai balas jasa atas prestasinya kepada
perusahaan dalam melaksanakan pekerjaan.
Imbalan ekonomi biasanya diberikan dalam
bentuk gaji, upah, tunjangan, bonus,
insentif,
dan lain-lain.
Para ahli umumnya membagi imbalan
menjadi 2 kelompok yaitu imbalan intrisik dan
imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah
imbalan yang bersumber dari diri para pegawai
sendiri seperti penyelesaian tugas, prestasi,
otonomi, perkembangan pribadi. Sedangkan
imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang
berasal dari luar pegawai seperti gaji dan
tunjangan, interpersonal (status dan pengakuan),
serta promosi (Gibson, James L. et.al., 1982;
Davis, Keith. 1985).
Untuk lebih memfokuskan pembahasan
dalam penelitian ini penulis hanya
membahasimbalan yang bersumber dari luar atau disebut
juga dengan imbalan ekstrinsik terutama
imbalan yang berbetuk uang seperti gaji, tunjangan dan lain-lain.
Penelitian yang menghubungkan antara
imbalan terutama gaji dengan kepuasan kerja
dilakukan oleh para peneliti seperti
Kalleberg
(1974), Locke, E.A. (1973), Ronen et al
(1973),
dan Vroom, V.H. (1964) hasil penelitiannya
menyimpulkan terdapat hubungan positif
antara gaji dengan prestasi kerja. Lawler,
E.E.
and Porter, L.W. (1966) melaporkan terdapat
hubungan yang signifikan antara gaji
dengan
kepuasan kerja.
Gaya Kepemimpinan (Leadership Style)
Kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan dengan antusias (David,
Keith, 1985). Gibson, James L. et.al., (1982)
menerangkan bahwa kepemimpinan adalah
konsep yang lebih sempit daripada
manajemen. Manajer dalam organisasi formal
bertanggung jawab dan dipercaya dalam
melaksanakan fungsi manajemen. Pemimpin
kadang terdapat pada kelompok informal,
sehingga tidak selalu bertanggung jawab atas
fungsi-fungsi manajemen. Seorang manajer
yang ingin berhasil maka dituntut untuk
memiliki kepemimpinan yang efektif.
Bagaimana usaha seorang pemimpin
untuk mempengaruhi orang lain atau agar
bawahan mengikuti apa yang diperintahkan
akan sangat tergantung dari gaya
kepemimpinan yang digunakan. Namun
demikian tidak ada gaya kepemimpinan yang
efektif berlaku umum untuk segala situasi
(Gibson, James L. et.al., (1982).
Gaya kepemimpinan menurut Davis,
Keith. (1985) adalah pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan
oleh para pegawainya. Gaya kepemimpinan
mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap
pemimpin dalam politik.
Terdapat 3 jenis gaya kepemimpinan
(leadership style) yang sangat berpengaruh
terhadap efektivitas seorang pemimpin yaitu
gaya autokratis, demokratis/partisipatif, dan
bebas kendali (Reksohadirpodjo, S dan T.
Hani Handoko. 1986; David. Keith, 1985).
Penelitian tentang gaya kepemimpinan
dilakukan oleh Sutanto, Eddy Madiono dan
Budhi Setiawan (…) untuk menguji
gayakepemimpinan yang efektif di Toserba Sinar
Mas, Sidoarjo, dari penelitian tersebut
diketahui adanya hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan semangat dan
kegairahan kerja. Diungkapkan pula bahwa
gaya kepemimpinan yang efektif adalah
kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi (Contingency). Indikasi turunnya
semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan
dengan tingginya tingkat absensi dan
perpindahan pegawai. Hal itu timbul sebagai akibat
dari kepemimpinan yang tidak disenangi.
Perilaku pemimpin merupakan salah
satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja. Menurut Miller et al. (1991)
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
mempunyai hubungan yang positif terhadap
kepuasan kerja para pegawai. Hasil penelitian
Gruenberg (1980) diperoleh bahwa hubungan
yang akrab dan saling tolong-menolong dengan
teman sekerja serta penyelia adalah
sangat penting dan memiliki hubungan kuat
dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya
dengan keadaan tempat kerja serta
jenis pekerjaan.
Salah satu faktor yang menyebabkan
ketidakpuasan kerja ialah sifat penyelia yang
tidak mau mendengar keluhan dan pandangan
pekerja dan mau membantu apabila diperlukan
(Pinder, 1984). Hal ini dibuktikan oleh
Blakely
(1993) dimana pekerja yang menerima
penghargaan dari penyelia yang lebih tinggi
dibandngkan dengan penilaian mereka sendiri
akan lebih puas, akan tetapi penyeliaan yang
terlalu ketat akan menyebabkan tingkat
kepuasan yang rendah (King et al.,1982).
Rumusan Masalah :
1.apakah terdapat pengaruh antara imbalan
dengan kepuasan kerja karyawan
2.apakah terdapat pengaruh antara gaya
kepemimpinan dengan kepuasan kerja karyawan
Tujuan Peneliatian :
1.untuk mengetahui apakah imbalan berpengaruh
terhadap kepuasan kerja karyawan
2. untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan
berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan
D.PEMBAHASAN
Jumlah sampel penelitian adalah sebanyak 126
responden dari populasi 184
pegawai di kantor Balai Besar Industri Hasil
Pertanian Bogor (BBIHP).
Jumlah sampel (size of samples)
ditentukan berdasarkan pada perhitungan dari
rumus Slovin dengan tingkat kesalahan yang
ditoleransi sebesar 5%.
Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan metode Proporsionate Stratified
Random Sampling (sample acak terstratifikasi secara proporsional) yaitu teknik
pengambilan
sampel untuk populasi yang heterogen dan
berstrata (Sugiyono, 2002).
Strata akan ditentukan berdasarkan unit
organisasi yang ada di BBIHP. Penentuan
strata tersebut didasarkan pada asumsi bahwa
pegawai di dalam unit kerja akan menerima
imbalan yang berbeda serta gaya kepemimpinan
atasan yang berbeda pula.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan
Desember 2002 sampai Januari 2003.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan
dianalisis dengan teknik statistik
parametrik.
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan instrumen daftar
pertanyaan (Questioner) yang isinya dibagi
kedalam 4 kelompok pertanyaan yaitu :
1. Kelompok A berisi pertanyaan untuk data
responden yang jumlahnya sebanyak 7
butir pertanyaan bersifat tertutup dan
terbuka.
2. Kelompok B berisi pernyataan aspek sistem
imbalan, berisi 20 butir pernyataan.
3. Kelompok C berisi pernyataan aspek gaya
kepemimpinan, berisi 20 butir pernyataan.
4. Kelompok D berisi aspek kepuasan kerja
yang merupakan butir-butir pernyataan JSI
(Job satisfaction Index) sebanyak 25 butir.
Responden diminta untuk mengisikan
angka (score) 1-5 pada setiap butir penyataan
dalam bagian B, C dan D kuesioner. Setiap
butir pernyataan dalam angket tersebut akan
diberi nilai oleh responden sbb:
Angka 1 = sama sekali salah,
Angka 2 = salah,
Angka 3 = ragu-ragu,
Angka 4 = benar, dan
Angka 5 = benar sekali.
Data yang berasal dari kuesioner selanjutnya
ditabulasikan dan dijumlahkan
skornya untuk masing-masing variabel.
Kemudian hasil tabulasi tersebut diolah, dianalisis
dan diinterpretasikan.
Untuk memudahkan pengolahan data
kuantitatif digunakan paket program komputer
SPSS (Statistical Product and Service
Solutions) Versi 11
Untuk memeriksa kenormalan data dapat
ditelusuri melalui Casewise Diagnostic terhadap variabel Kepuasan Kerja. Syarat
data
berada pada distribusi normal jika standar
residualnya berkisar pada : –1,96<
Std.Residual < 1,96.
Casewise Diagnostic dilakukan sebanyak 9 kali
dengan case number yang tersisa sebanyak 94 reponden dan kesemuanya
berada pada distribusi normal.
Untuk mengetahui ada tidaknya kolinearitas
antarvariabel bebas dilakukan melalui
uji collinearity seperti disajikan pada tabel
3.
Pada Tabel 3 nilai tolerance pada variabel
imbalan dan kepemimpinan masing-masing
adalah 0,964 berarti nilainya lebih besar
dari
0,0001 sedangkan VIF (variance inflation
factors) atau 1/Tolerance adalah 1,038 nilainya
lebih kecil dari 5, sehingga dapat dikatakan
kedua variabel di atas sudah memenuhi syarat
untuk dimasukkan ke dalam model.
Uji otokorelasi dilakukan melalui uji
Durbin Watson dengan ketentuan suatu regresi
tidak terjadi otokorelasi jika d > dL.
Nilai Durbin Watson (d) hasil pengolahan SPSS
(Statistical Product and Service
Solutions) adalah = 2,163, sedangkan batas
bawah Durbin Watson pada n = 94,
significance = 0,05, k = 2; dimana nilai dL = 1,62.
Maka galat nilai-nilai pengamatan bersifat
bebas (tidak terjadi otokorelasi) karena d > dL
atau 2,16 > 1,62.
Scatterplot yang menghubungkan
antara Regression Standardized
Predicted
Value dengan Regression Studentized Delete
(Press) Residual serta Scatterplot Regression
Standardized Predicted Value dari variabel Y
(Kepuasan kerja) memperlihatkan bahwa
variance disepanjang garis adalah seragam atau
konstan yang mengandung arti tidak terjadi
heteroscedastic.
Model Regresi Linier Berganda
Dari hasil pengolahan data melalui Program
SPSS Ver. 11,5 terhadap data hasil
penelitian (dengan n=94) diperoleh model
Regresi Linier Berganda sebagai berikut :
1 2
Y = 49,964 + 0,412X + 0,355 X
(
Dimana :
Ŷ = Dugaan total skor kepuasan kerja,
X1 = Variabel imbalan;
X2 = Variabel gaya kepemimpinan.
Nilai constanta (ßo) adalah 49,964 yang
mengandung arti bahwa total skor kepuasan
kerja sebesar 49,96 jika skor X1 dan X2 = 0.
Nilai koefisien X1 (ß1) sebesar 0,412 artinya
untuk setiap kenaikan 1 skor variabel imbalan akan meningkatkan skor kepuasan
kerja
sebesar 0,412.
Nilai koefisien X2 (ß2 ) sebesar 0,355
yang berarti untuk setiap kenaikan 1 skor
gaya
kepemimpinan akan meningkatkan skor
kepuasan kerja sebesar 0,355.
Uji Keberartian Persamaan Regresi
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
variabel terikat (kepuasan kerja)
dengan variabel bebas (imbalan dan gaya
kepemimpinan) dilakukan melalui uji F.
Diketahui F-tabel pada tingkat signifikan
5% dan derajat bebas V1 = 2; V2 = (94-2-1=91)
atau (F0,05, 2,91) = 3,098. Dan nilai
F-hitungnya
F-hitung = 58,97 lebih besar dari F-tabel
= 3,098 dan nilai probabilitasnya (Sig) 0,000
lebih kecil dari 0,05 yang berarti vaiabel
imbalan dan gaya kepemimpinan atau salah
satunya mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan kerja.
Koefisien korelasi berganda (R) bernilai
0,751 setelah dikonsultasikan dengan tabel R
pada df 94 dan α = 0,05 adalah 0,207
maka
variabel X1 dan X2 berkorelasi positif secara
signifikan.
R Square (koefisien determinasi)
nilainya sebesar 0,564 yang berarti 56,4%
dari
total variasi kepuasan kerja (Y) disebabkan
oleh hubungan regresi berganda antara Y
dengan variabel imbalan (X1) dan gaya
kepemimpinan (X2). Sisanya sebesar 43,6%
disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti :
lingkungan pekerjaan, hubungan dengan teman
sekerja, jenis pekerjaan, kondisi kerja,
pengawasan, promosi jabatan, dan lain-lain.
Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel
Tergantung
Hasil pengolahan data dengan SPSS
memperlihatkan koefisien regresi berganda
dan tingkat signifikansi terlihat pada Tabel
6.
Perhatikan nilai t-hitung untuk variabel
Imbalan sebesar 7,509 lebih besar dari nilai
ttabelnya 1,98. Perhatikan pula kolom
Sig.(Significance) bernilai 0,000 lebih kecil
dari
0,05 berarti variabel imbalan memiliki
pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Pada Tabel 6 di atas nilai t-hitung untuk
variabel kepemimpinan sebesar 6,274 lebih
besar dari nilai t-tabel 1,98. Perhatikan
pula
kolom Sig. (Significance) bernilai 0,000
lebih
kecil dari 0,05 berarti variabel gaya
kepemimpinan memiliki pengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja. Hubungan antara variabel
gaya kepemimpinan dengan variabel
kepuasan kerja ditunjukkan pula oleh
koefisien
korelasi partialnya sebesar 0,5495 (variabel
imbalan sebagai kontrol). Nilai tersebut
signifikan karena nilai probabilitasnya <
0,05.
Interpretasi Hasil Penelitian
Imbalan seperti telah dijelaskan pada
Studi Pustaka, adalah pemberian kepada
pegawai atau sesuatu yang diterima pegawai
sebagai balas jasa atas prestasi yang telah
diberikan oleh pegawai kepada organisasi.
Beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kalleberg (1974), Locke, E.A.
(1973), Ronen et al (1973), Vroom, V.H.
(1964), Lawler, E.E. and Porter, L.W. (1966)
menyimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara imbalan ekstrinsik terutama
gaji dengan kepuasan kerja.
Demikian juga dari hasil penelitian
terhadap pegawai yang dilakukan di BBIHP
Bogor diketahui bahwa antara imbalan yang
diterima pegawai dengan kepuasan kerjanya
memiliki hubungan signifikan, dengan
koefisien
korelasi partial 0,6185, dan koefisien beta
sebesar 0,529.
Skor rata-rata variabel imbalan adalah
47,325. Bila kita bandingkan dengan total
skor
dari berbagai alternatif jawaban seperti
tercantum pada Tabel 7, maka dapat disimpulkan
bahwa persepsi pegawai terhadap imbalan
yang diterima saat ini rata-rata menjawab
masih di bawah cukup (3).
Gaya kepemimpinan adalah pola tindakan
pemimpin secara keseluruhan seperti
yang dipersepsikan oleh para pegawainya
(Davis, Keith, 1985). Hasil penelitian Miller
et
al. (1991), Gruenberg (1980) (Pinder,1984),
Blakely (1993) dan King et al.,(1982)
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan/pengaruh
signifikan antara gaya kepemimpinan dengan
kepuasan kerja.
Penelitian yang dilakukan di BBIHP terhadap
gaya kepemimpinan juga menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara gaya
kepemimpinan dengan kepuasan kerja. Nilai
korelasi partial 0,5495 dengan nilai
probabilitasnya 0,000 lebih kecil 0,05 (signifikan).
Total skor rata-rata dari jawaban
responden terhadap masing-masing gaya kepemimpinan antara lain : gaya
otoriter 370,33,
gaya partisipatif 373,38 dan gaya bebas
kendali 329. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang menonjol (dominan) di BBIHP
adalah gaya demokratis/partisipatif, kemudian
gaya otoriter. Penilaian gaya kepemimpinan
tersebut diberikan oleh responden dalam
mempersepsikan atasan langsungnya.
Kepuasan kerja merupakan suasana
psikologis yang dirasakan oleh para pegawai
terhadap pekerjaannya, baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan.
Penelitian terhadap kepuasan kerja terhadap
pegawai BBIHP menunjukkan skor ratarata = 90,33. Jika angka tersebut dibagi
dengan jumlah pertanyaan (25 butir) akan
diperoleh skor 3,613. Angka tersebut
merupakan indeks kepuasan kerjanya.
Indeks kepuasan kerja dapat pula dihitung
melalui persamaan sbb :
Interpretasi terhadap skor untuk : 1 =
sangat tidak puas, 2 = tidak puas, 3 = cukup
puas, 4 = puas, 5 = sangat puas.
Dengan demikian Job satisfaction Index
pegawai BBIHP berada diantara cukup puas
dan puas.
KESIMPULAN
Dari pembahasan hasil penelitian sebagaimana
yang diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan
antara variabel imbalan dengan
kepuasan kerja pegawai BBIHP yang
diperlihatkan oleh koefisien korelasi partial
sebesar 0,619. Koefisien regresi (ß1) X1
sebesar 0,412.
2. Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan
antara variabel gaya kepemimpinan
dengan kepuasan kerja pegawai BBIHP
yang diperlihatkan oleh koefisien korelasi
partial sebesar 0,549. Koefisien regresi
(ß2) X2 sebesar 0,355.
3. Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan
antara variabel imbalan dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
pegawai BBIHP Bogor yang diperlihatkan
oleh koefisien korelasi berganda sebesar
0,751. Sedangkan R Square sebesar
0,564 yang berarti 56,4% dari total variasi
kepuasan kerja (Y) disebabkan oleh huDari
pembahasan hasil penelitian sebagaimana yang diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan
antara variabel imbalan dengan
kepuasan kerja pegawai BBIHP yang
diperlihatkan oleh koefisien korelasi partial
sebesar 0,619. Koefisien regresi (ß1) X1
sebesar 0,412.
2. Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan
antara variabel gaya kepemimpinan
dengan kepuasan kerja pegawai BBIHP
yang diperlihatkan oleh koefisien korelasi
partial sebesar 0,549. Koefisien regresi
(ß2) X2 sebesar 0,355.
3. Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan
antara variabel imbalan dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
pegawai BBIHP Bogor yang diperlihatkan
oleh koefisien korelasi berganda sebesar
0,751. Sedangkan R Square sebesar
0,564 yang berarti 56,4% dari total variasi
kepuasan kerja (Y) disebabkan oleh hubungan
regresi berganda antara Y dengan
variabel imbalan (X1) dan gaya kepemimpinan
(X2.). Sisanya sebesar 43,6%
disebabkan oleh faktor-faktor lain di luar
model seperti faktor lingkungan pekerjaan,
hubungan dengan teman sekerja, jenis
pekerjaan, kondisi kerja, pengawasan,
promosi jabatan, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M.A.Roshidi (1999). Pengaruh Iklim
Organisasi ke Atas Kepuasan Kerja GuruGuru
Sekolah Menengah : Kajian Kes di
Daerah Padang Terap, Kedah, Tesis Sarjana
Sains Fakulti Sains Kognitif dan
Pembangunan Manusia Universiti Malaysia
Sarawak
Indra, Hary. (..). “Analisis Faktor – Faktor
yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai
PT X”. Jurnal The Winners Vol. 0802-0200
http://www.binus.ac.id
/research/jurnal/jurnal_winners_4.html.
Reksohadiprodjo, S. dan T. Hani H. (1986).
Teori dan Perilaku Organisasi Perusahaan. Ed.
2, BPFE Yogyakarta.
Siahaan, E.E. Edison. (2002). Kepuasan Kerja
dan Produktivitas Pegawai.
http://www.nakertrans.go.id/berita_mass_media/B_Tena
gakerja/2002/Oktober/MMTK021031a.html
Sugiyono. (2002). Metode Penelitian
Administrasi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Sutanto, Eddy Madiono dan Budhi S
Sutanto, Eddy Madiono dan Budhi Setiawan
(…). “Peranan Gaya Kepemimpinan yang
Efektif dalam Upaya Meningkatkan Semangat dan
Kegairahan Kerja Pegawai di
Toserba Sinar Mas Sidoarjo”.
sumber :