Nama :
Chandra
Kelas : 4ea 25
NPM :
11211609
TUGAS MINGGU 2
KELOMPOK 1
CONTOH KASUS NORMA UMUM
Contoh 1;
1) KAI absen, Mediasi Gagal
Keinginan DPRD Kota Malang untuk memediasi kasus
sengketa lahan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dengan warga korban pengusuran di
sekitar Stasiun Kota lama masih mentok. Akibat perwakilan PT. KAI tidak datang
pada pertemuan antara DPRD Kota Malang, kepolisian, Badan Pertanahan (BPN),
Dinas Pengairan, Satpol PP, dan perwakilan warga, yang akhirnya masih tidak
menghasilkan keputusan, Selasa (21/1). Ketua Komisi A DPRD Kota Malang, Arief
Wahyudi mengungkapkan, kecewa dengan ketidakhadiran wakil dari PT. KAI sehingga
membuat pertemua ini gagal memberikan hasil. Dari kenyataan ini DPRD Kota
Malang akan menjadwalkan lagi pertemuan dengan PT. KAI agar permasalahan dengan
warga segera bisa diselesaikan. “Tidak masalah undangan yang pertama ini gagal,
tetapi jika nanti kami undang lagi PT. KAI tidak datang. Mari sama-sama demo ke
PT. KAI di Surabaya,” jelas Arief, Selasa (21/1). Arief menjelaskan, dengan
kehadiran PT. KAI dan pihak-pihak terkait diharapkan semuanya menjadi gamblang
sebelum eksekusi lagi dan berlanjut ke proses peradilan. Ketua komisi A DPRD
Kota Malang ini berharap semua pihak bisa menghormati mekanisme dan hukum yang
berlaku. Dia tak ingin proses eksekusi dilakukan semena-mena. Artinya, jika
memang tanah itu milik PT. KAI, seharusnya penggusuran dilakukan dengan
mempertimbangkan norma-norma kemanusiaan. Namun, kalau ternyata bukan tanah PT
KAI, tentu saja mereka harus siap dituntut karena sudah melakukan eksekusi
liar. Kuasa hukum warga, Gunadi Handoko, menyayangkan ketidakhadiran perwakilan
dari PT. KAI agar semuanya bisa gamblang. Selama ini, status tanahnya belum
jelas milik PT. KAI, seharusnya dibuktikan dahulu melalui lembaga peradilan
tidak langsung main gusur. “Penggusuran yang dilakukan sewenang-wenang tanpa
ada bukti yang jelas adalah perbuatan melawan hukum, karena itu kami akan
melakukan gugatan atas perbuatan melawan hukum,” tegas Gunadi. Dalam kenyataan
ini Gunadi juga menyayangkan tindakan aparat keamanan yang mengamankan proses
penggusuran, tindakan itu bukan tindakan menjaga keamanan dilokasi. Tindakan
itu lebih mirip upaya melegalkan perbuatan melawan hukum dan ada unsur
pembiaran yang bisa dikenai pasal pidana. (Cah/Ode)
RESUMENYA :
Menurut saya seharusnya PT. KAI seharusnya menunjukan
etikat baiknya dengan menghadiri acara yang di selengarakan oleh DPRD Malang
yang ingin memediasi dan PT.KAI tidak semenah-menah langsung mengesekusi warga
tanpa adanya bukti.
Sumber: http://www.malangkota.go.id/baca/berita/detail/220120147277#ixzz3IR1YsWiZ
Sumber: http://www.malangkota.go.id/baca/berita/detail/220120147277#ixzz3IR1YsWiZ
Contoh 2:
PT Freeport
Inonesia, Bukan Sekedar Masalah Renegosiasi Tapi Menegakkan Kedaulatan RI
Sudah 44 tahun aktivitas pertambangan emas PT Freeport-McMoran
Indonesia (Freeport) bercokol di tanah Papua. Namun selama itu pula kedaulatan
negara ini terus diinjak-injak oleh perusahan asing tersebut. Pada Kontrak
Karya (KK) pertama pertambangan antara pemerintah Indonesia dan Freeport yang
dilakukan tahun 1967 memang posisi tawar pemerintah RI masih kecil, yaitu hanya
sekedar pemilik lahan. Dibandingkan PT Freeport yang memiliki tenaga kerja dan
modal tentu posisi tawar pemerintah saat itu masih kecil. Namun setelah 44
tahun apakah posisi tawar pemerintah Indonesia masih rendah? Tentu tidak!
Mengacu pada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan
Batu Bara yang mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk melakukuan renegosiasi
kontrak seluruh perusahaan tambang asing yang ada di negeri ini. UU ini
menggantikan UU Nomor 11 tahun 1967 yang disahkan pada Desember 1967 atau
delapan bulan pasca penandatanganan KK. Berdasarkan data Kementrian ESDM,
sebanyak 65 persen perusahaan tambang sudah berprinsip setuju membahas ulang
kontrak yang sudah diteken. Akan tetapi sebanyak 35 persen dari total
perusahaan tersebut masih dalam tahap renegosiasi, salah satunya adalah
pengelola tambang emas terbesar di dunia yaitu Freeport.
Menurut Direktur dan CEO Freeport Indonesia, Armando
Mahler, menyatakan bahwa kontrak pertambangan yang dimiliki perusahaan dengan
pemerintah Indoneisa sudah cukup adil bagi semua pihak. Hal ini mengindikasikan
bahwa pihak Freeport enggan untuk patuh kepada UU yang berlaku, yaitu UU no. 4
tahun 2009 tentang Minerba. Dari sini terlihat bahwa kasus Freeport ini tidak
hanya merugikan negara triliunan rupiah akan tetapi juga menginjak-injak
kedaulatan Republik ini dengan tidak mau patuh terhadap UU yang berlaku.
Menurut seorang pengamat Hankam, Bapak Soeripto, Konflik yang mendasasari kasus
Freeport ini adalah Kontrak Karya (KK) yang telah melecehkan Indonesia.
Salah seorang pengamat Hankam yang sudah senior, Bapak
Soeripto, menyatakan bahwa PT Freeport telah memberikan sejumlah dana kepada
aparat keamanan TNI/POLRI dalam rangka menjaga keamanan Freeport di atas tanah
Papua. Hal ini jelas menentang UU karena menurut UU pembiayaan aparat keamanan
untuk perlidungan objek vital nasional harus bersumber dari APBN bukan dari
perusahaan asing. Akibatnya banyak putra daerah Papua yang merasa asing di
rumah mereka sendiri. Dari sini terkesan bahwa aparat keamanan justru lebih
membela kepentingan asing daripada kepentingan bangsanya sendiri. Padahal
mereka harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak lingkungan
dengan membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4 kilometer
pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 . Dampak
lingkungan yang Freeport berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam
pegunngan Grasberg dan Ersbeg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam
seluas 166 km2 di daerah aliran sungai Ajkwa.
PT Freeport McMoran Indonensia pun telah berlaku
semena-mena kepada karyawan Freeport Indonesia yang kebanyakan adalah orang
asli Indonesia. Menurut pengakuan Bapak Tri Puspita selaku Sekretaris Hubungan Industri
Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport bersifat eksklusif sehingga akses
untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih jauh lagi, standart
yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh karyawan
Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja
dari Indonesia hanya separuhnya. Menariknya lagi, menurut laporan dari Investor
Daily tanggal 10 Agustus 2009, dikatakan bahwa pendapatan utama PT Freeport
McMoran adalah dari operasi tambabangnya yang ada di Indonesia, yaitu sekitar
60%. Sampai saat ini karyawan Freeport tengah menjalankan aksi mogok kerja
dengan menuntut kenaikan gaji US$ 4 per jam. Sampai sekarang pihak management
Freeport tidak menyetujui tuntutan pekerja Indonesia tersebut. Bukan keadilan
yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang menuntut kenaikan gaji
akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka dapat. Padahal
mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh
kesejahteraan.
Menurut seorang pakar ekonomi dari Universitas
Padjajaran sekaligus aktivis LSM Econit, Ibu Hendri, setidaknya ada tiga alasan
mengapa solusi Freeport ini bukan sekedar negosiasi. Pertama, Yaitu meluruskan
aturan perundang-undangan yang menyimpangkan amanah konstitusi (Pasal 33 UUD
1945). Kedua, Renegoisasi atau perubahan Kontrak Karya (KK) yang tidak memakai
dasar konstitusi tidak akan memberikan manfaat bagi kepentingan rakyat
Indonesia. Dan yang terakhir, rakyat Papua secara khusus dan bangsa Indonesia secara
umum membutuhkan dana yang besar untuk mengerjar ketertinggalan dalam membangun
manusia maupun fasilitas yang diperlukan untuk mendukung pelayanan sosial dan
kemajuan ekonomi.
Indonesia sebagai bangsa yang besar, harusnya tidak
hanya mengejar keuntungan finansial seperti pajak, deviden ataupun pembagian
royalti dari sektor pertambangan akan tetapi juga harus fokus pada keuntungan
ekonomi, ungkap Ibu Hendri. Pemerintah harus mempunyai visi besar dalam
mengelola SDA yang dimiliki. Dalam hal ini, pemerintah harus mempunyai koridor
kebijakan yang jelas mengenai bagaimana pemanfaatan segala sumber daya alam
yang dimiliki untuk kemajuan ekonomi bangsa Indonesia. Sebagai contohnya,
pemerintah China tidak serta merta segera mengekspor kandungan batu bara yang dimiliki
secara besar-besaram ke pasar dunia akan tetapi China menahan produk batu
baranya dalam negeri untuk kepentingan dalam negeri sendiri tersebut untuk
mendorong kemajuan ekonomi negeri tersebut, dalam hal ini sumber energi.
Pak Soeripto yang juga selaku mantan anggota Badan
Intelejen Negara (BIN) mengemukakan analisis yang menarik, menurut beliau,
pasca Perang Dingin, selayaknya bangsa Indonesia sadar bahwa trend perang dalam
masa sekarang adalah perang untuk memperebukan sumber daya alam atau resource
war. Sekarang negara-negara besar sedag berperang untuk merebutkan sumber
daya alam. Dan ini suah terjadi di berbagai negara seperti Iraq, Afganistan,
Kongo, Libya, dll. Urusan perebutan masalah sumber daya alam ini sejatinya tidak
memperdulikan berapa korban jiwa yang jatuh. Begitu juga masalah Freeport, kita
tahu sendiri akhir-akhir ini masih sering terjadi aksi penembakan di Papua yang
menelan korban baik kalangan aparat keamanan ataupun putra daerah Papua
sendiri.
Sudah selayaknya kita memandang kasus Freeport ini
selain dengan pemahaman yang mendalam juga dengan kacamata perspektif yang
berbeda. Sehingga kita dapat melihat masalah ini secara komprehensif. Harus
kita ingat bahwa masalah ini bukan sekedar penandatangan kontrak kerja
baru, hitam di atas putih. Melainkan masalah yang lebih krusial lagi, yaitu
penegakkan kedaulatan Republik Indonesia.
Danang
Sugiarto (16311017) – FITB 2011
Posted in Berita Kampus,
Gerakan
Politik Tagged Freeport, Papua,
politik
16 Comments
RESUMENYA :
Seharusnya pemerintah harus tegas terhadap freeport
dan freeport harus memenuhi hak-hak para pekerjanya.