Nama : Chandra
Kelas : 2EA25
NPM : 11211609
Dua
Bata Jelek
Dikutip dari buku Si
Cacing dan Kotoran Kesayangannya
Setelah
kami membeli tanah untuk wihara kami pada tahun 1983, kami jatuh bangkrut. Kami
terjerat hutang. Tidak ada bangunan di atas tanah itu, bahkan sebuah gubuk pun
tak ada. Pada minggu-minggu pertama, kami tidur di atas pintu-pintu tua yang
kami beli murah dari pasar loak. Kami mengganjal pintu-pintu itu dengan batu
bata di setiap sudut untuk meninggikannya dari tanah(tak ada matras-tentu saja,
kami kan petapa hutan).
Biksu
kepala mendapatkan pintu yang paling bagus, pintu yang datar. Pintu saya
bergelombang dengan lubang yang cukup besar di tengahnya, yang dulunya tempat
gagang pintu. Saya senang karena gagang pintu itu telah dicopot, tetapi malah
jadi ada lubang persis di tengah-tengah ranjang pintu saya. Saya melucu dengan
mengatakan bahwa sekarang saya tak perlu bangkit dari ranjang jika ingin ke
toilet! Kenyataannya, ada saja, angin masuk melewati lubang itu. Saya jadi tak
bisa tidur nyenyak sepanjang malam-malam itu.
Kami
hanyalah biksu-biksu miskin yang memerlukan sebuah bangunan. Kami tak mampu
membayar tukang bahan-bahan bangunan saja sudah cukup mahal. Jadi saya harus
belajar cara bertukang: bagaimana mempersiapkan pondasi, menyemen dan memasang
batu bata, mendirikan atap, memasang pipa-pipa pokoknya semuanya. Saya adalah
seorang fisikawan teori dan guru SMA sebelum menjadi biksu, tidak terbiasa
bekerja keras. Setelah beberapa tahun, saya menjadi cukup terampil bertukang,
bahkan saya menjulukin tim saya “BBC”(Buddhist Building Company). Tetapi, pada
saat memulainya, ternyata bertukang itu sangatlah sulit. Kelihatanya gampang,
membuat tembok dengan batu bata tinggal tuangkan seonggok semen, sedikit ketok
sana, sedikit ketok sini. Ketika saya mulai memasang abut bata, saya ketok satu
sisi utnuk meratakannya. Tetapi sisi lainnya malah jadi naik. Lalu saya ratakan
sisi yang naik itu, batu bata jadi melenceng. Setelah saya ratakan kembali,
sisi yang pertama jadi terangkat laghi. Coba saja sendiri!
Sebagai
seorang biksu, saya memiliki kesabaran dan waktu sebanyak yang saya perlukan. Saya
pastikan setiap batu bata terpasang sempurna, tak peduli berapa lama jadinya. Akhirnya
saya menyelesaikan tembok batu bata saya yang pertama dan berdiri dibaliknya
untuk mengagumi hasil karya saya. Saat itulah saya melihatnya “oh, tidak! Saya telah
keliru menyusun dua batu bata. Semua batu bata lain sudah lurus, tetapi dua
batu bata tersebut tampak miring. Mereka terlihat jelek sekali. Mereka merusak
keseluruhan tembok. Mereka meruntuhkannya.
Saat
itu, sudah terlanjur terlalu keras untuk mencabut dua batu bata itu, jadi saya
bertanya kepada kepala wihara apakah saya boleh membongkar tembok itu dan
membangun kembali tembok yang baru, atau kalau perlu, meledakkannya sekalian. Saya
telah membuat kesalahan dan saya menjadi gundah gulana. Kepala wihara bilang
tak perlu, biarkan saja temboknya seperti itu.
Ketika
saya membawa para tamu pertama kami berkunjung keliling wihara kami yang baru
setengah jadi, saya selalu menghindarkan membawa mereka melewati tembok bata
yang saya buat. Saya tak suka jika ada orang yang melihatnya. Lalu suatu hari,
kira-kira 3-4 bulan setelah saya membangun tembok itu, saya berjalan dengan
seorang pengunjung dan dia melihatnya. “ itu tembok yang indah,” ia berkomentar
dengan santai.
“pak,”saya
menjawab dengan terkejut ,”apakah kacamata Anda tertinggal di mobil?Apakah
pengelihatan Anda sedang terganggu?Tidakkah Anda melihat dua batu bata jelek
yang merusak keseluruhan tembok itu?”
Apa
yang ia ucapkan selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan saya terhadap
tembok itu, berkenaan dengan diri saya sendiri dan banyak aspek lainnya dalam
kehidupan. Dia berkata,”Ya, saya bisa melihat dua batu bata jelek itu, namun
saya juga bisa melihat 998 batu bata yang bagus.”
Saya
tertegun. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan, saya mampu melihat
batu bata-batu bata lainnya selain dua batu bata jelek itu. Diatas, dibawah,
dikiri dan dikanan dari dua batu bata jelek itu adalah batu bata-batu bata yang
bagus, batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang
sempurna, jauh lebih banyak dari pada dua batu bata jelek itu. Selama ini mata
saya hanya terpusat pada dua kesalahan yang telah saya perbuat, saya terbuka
dari hal-hal lainnya. Itulah sebabnya saya tak tahan melihat tembok itu, atau
tak rela membiarkan orang lain melihatnya juga. Itulah sebabnya saya ingin
menghancurkannya. Sekarang, saya dapat melihat batu bata-batu bata yang bagus,
tembok itu jadi tampak tak terlalu buruk lagi. Tembok itu menjadi, seperti yang
dikatakan pengunjung itu,’ sebuah tembok yang indah.” Tembok itu amsih tetap
berdiri sampai sekarang, setelah 20 tahun, namun saya sudah lupa persisnya di
mana dua batu bata jelek itu berada. Saya benar-benar tak dapat melihat kesalah
itu lagi karena semua yang mereka lihat dari diri pasangannya adalah”dua batu
bata jelek “? Berapa banyak di antar kita yang menjadi depresi atau bahkan ingin
bunuh diri, karena semua yang kita lihat hanyalah”dua batu bata jelek”? pada
kenyataannya, ada banyak, jauh lebih banyak batu bata yang lebih bagus di atas,
di bawah, di kiri dan di kanan dari yang jelek, namun pada saat itu kita tak
mampu melihatnya. Malahan, setiap kali kita melihatnya, mata kita hanya
terfokus pada kekeliruan yang kita perbuat. Semua yang kita lihat adalah
kesalaha, dan kita mengira yang ada hanyalah kekeliruan semata, karenannya kita
ingin menhancurkan”sebuah tembok yang indah.”
Kita
semua memiliki’ dua batu bata yang jelek”, namun bata yang baik di dalam diri
kita masing-masing, jauh lebih banyak dari pada bata ynag jelek. Begitu kita
melihatnya, semua akan tamapak tak terlalu buruk lagi. Bukan hanya kita bisa
berdamai dengan diri sendiri, termasuk dengan kesalahan-kesalahn kita, namun
kita juga bisa menikmati hidup bersama pasangan kita. Ini kabar buruk bagi
pengacara urusan perceraian, tetapi ini kabar baik untuk Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar